AERIAL PHOTOGRAPH

Teknologi foto udara (Aerial Photograph) tampaknya merupakan salah satu solusi untuk mendapatkan informasi spasial yang cepat untuk wilayah yang sering berawan seperti sebagian besar wilayah Indonesia bagian Barat. Berkembangnya teknologi Unmanned Aircraft Vehicle (UAV) atau dinamai juga dengan drone,  semakin membuat marak dunia foto udara.  Ground Sampling Distance (GSD) pun dapat disesuaikan dengan kebutuhan.  Mulai dari 5cm - 25cm.

Aplikasi Di Bidang Pertanian

Dengan Ground Sampling Distance (GSD) 10 - 15 cm, foto udara sangat berguna bagi Precision Agriculture, yaitu untuk keperluan sensus / penghitungan jumlah pokok tanaman.  Sensus pokok tanaman sawit, akasia, dan cengkeh menggunakan foto udara saat ini dapat dilakukan dengan membuat sejenis algoritma sehingga penghitungan dapat dilakukan secara otomatis.  Sensus dari foto udara ini sukses dilakukan bukan saja pada fase Tanaman Menghasilkan (TM) tetapi juga pada fase Tanaman Belum Menghasilkan (TBM).  

Sebagai perbandingan kedetailan objek, berikut adalah keragaan tanaman sawit dari citra satelit resolusi 50 cm (kiri) dan foto udara 15 cm (kanan).  Dengan kemampuan spasial seperti demikian, maka saat ini sangat memungkinkan untuk melakukan monitoring populasi kelapa sawit yang berumur kurang dari 3 tahun.




Kelapa sawit dewasa dengan kerapatan tinggi pun dapat diidentifikasi dengan mudah.  Berikut adalah sample kelapa sawit dewasa yang diperbesar pada skala 1 : 500.



Mengidentifikasi tanaman sakit pun menjadi lebih visible, karena performance tanaman sakit lebih mudah dikenali melalui foto udara dibandingkan foto satelit.

























Aplikasi di Bidang Pertambangan
 
Dalam bidang pertambangan, foto udara 10 cm dapat digunakan untuk 
keperluan monitoring berkala lebih terskedul.  Berikut adalah sample foto udara di areal pertambangan batu bara.













Yang harus difahamkan bahwa foto udara  menggunakan drone untuk keperluan pemetaan memiliki ke-khas-an dimana foto yang dihasilkan bukan sekedar jepretan kamera tetapi juga harus memperhitungkan :

Apakah foto yang dihasilkan dapat diproses ortho-mosaik dengan baik dan benar.  "Baik" dalam arti tidak ada objek yang melengkung (oblique), tidak terdapat foto yang overtone (silau) sehingga kedetailan objek menjadi hilang.  
 "Benar" dalam arti tidak ada objek yang hilang. Objek hilang ini sering kali disebabkan oleh tidak adanya cross-check terhadap hasil ortho-photo.  

Pertanyaannya mengapa harus dilakukan cross-check sementara proses telah dilakukan otomatis oleh sebuah software orthophoto?  Jawabannya sederhana, justru karena proses otomatis itu menyebabkan operator menjadi tidak waspada, bahwa proses kerja otomatis software pengolah data foto udara sangat dipengaruhi oleh kualitas single photo yang yang dihasilkan dalam proses akuisisi data.  Jalur terbang yang kurang rapat, foto overtone, dan foto oblique akan mempengaruhi proses pembuatan triangulasi dalam ortho-mosaik.  Dengan demikian, meskipun foto udara memang sama dengan foto-foto lainnya namun terdapat hal-hal tertentu yang harus diperhatikan untuk mendapatkan hasil yang berkualitas tinggi yang hanya diperoleh dengan perencanaan foto yang seksama, tim foto yang handal, dan operator ortho-photo yang cakap dan teliti.

@ May 2015